Kesepian ternyata mirip wabah flu, bisa menyebar dalam sekelompok orang di dekatnya. Begitulah menurut suatu penelitian terbaru. Kalau flu bisa tersebar lewat berjabat tangan, orang bisa "terjangkit" kesepian melalui interaksi yang negatif.
Menurut penelitian John Cacioppo, psikolog dari Universitas Chicago, seseorang yang kesepian biasanya tak mudah memercayai orang lain sehingga masalah kecil bisa menjadi besar. Lirikan atau kata-kata yang sedikit janggal, yang biasanya tak akan dipermasalahkan oleh seorang yang ceria, bagi orang yang kesepian bisa sangat menyinggung sehingga memicu suatu siklus interaksi negatif yang mengakibatkan hilangnya teman-teman.
Intinya, seseorang yang kesepian akan kehilangan hubungan dengan orang lain dan orang lain itu juga bisa terputus hubungannya dengan orang-orang lain lagi. Akhirnya, orang-orang yang hubungannya terputus itu berisiko menjadi golongan yang terasing dari kelompok sosial.
"Seseorang yang kesepian mengantisipasi reaksi negatif dari orang lain, dan akhirnya mereka memang mendapatkan reaksi negatif itu dalam lingkungan. Sebagian karena mereka mengantisipasinya dan sebagian karena mereka sendiri yang mengundang reaksi itu," kata Cacioppo.
Temuan ini, yang diterbitkan dalam jurnal Personality and Social Psychology edisi Desember mengindikasikan bahwa kesepian bukanlah bagian dari sifat, seperti dalam ungkapan "orang itu sifatnya penyendiri". Namun, kesepian merupakan suatu keadaan seperti kelaparan.
"Pada dasarnya, kita adalah makhluk sosial. Maka dari itu, kita perlu orang lain untuk bekerja sama," ujar Cacioppo. Karena itu, kesepian mungkin bisa saja merupakan evolusi dari perasaan bahwa ada orang yang mengucilkan Anda.
Hitung teman-teman Anda
Penelitian ini dilakukan pada lebih dari 5.000 individu yang berpartisipasi dalam penelitian antara tahun 1991 dan 2001. Setiap dua hingga empat tahun, para subyek mengisi kuesioner yang mengukur depresi dan kesepian mereka, menyerahkan catatan medis mereka, dan mengikuti pemeriksaan fisik.
Kuesioner itu antara lain menanyakan para partisipan seberapa sering dalam seminggu terakhir mereka mengalami perasaan tertentu, termasuk rasa kesepian. Pilihan jawabannya: setiap hari atau beberapa kali dalam sehari; setiap satu atau dua hari; setiap tiga atau empat hari; dan setiap lima hingga tujuh hari. Para partisipan juga diminta menyebutkan semua sahabat dan kerabatnya, yang sebagian juga mengikuti penelitian ini.
Dari informasi ini, para peneliti mengamati suatu jaringan sosial yang memperlihatkan hubungan antar-individu dan rata-rata jumlah hari kesepian bagi seseorang dan orang-orang yang terhubung dengannya.
Tiga derajat
Bahkan, hasil penelitian juga menemukan bahwa kesepian bisa menular hingga tiga derajat pemisahan. Jadi, rasa kesepian seseorang bukan saja tergantung dari rasa kesepian teman, melainkan juga dari temannya teman, dan dari teman temannya teman.
Kemungkinan partisipan terserang kesepian mencapai 52 persen lebih tinggi bila teman yang memiliki hubungan langsung dengannya (derajat pertama dari pemisahan) sedang kesepian. Untuk derajat kedua, kenaikan mungkin hanya 25 persen, dan bagi derajat ketiga hanya 15 persen. Jumlah anggota keluarga tak memengaruhi tingkat kesepian.
Seiring waktu, pribadi yang kesepian akan menjadi lebih kesepian dan memancarkan kesepian itu pada orang lain sebelum akhirnya memutuskan hubungan. Para individu yang tanpa sahabat ini akhirnya terbuang di pinggiran jaringan sosial.
"Orang-orang yang hanya memiliki sedikit sahabat cenderung akan menjadi lebih kesepian seiring waktu, dan akhirnya kemungkinan mereka untuk mencoba membuat hubungan sosial baru yang juga mengecil," begitulah pernyataan Cacioppo.
Karena kesepian sering kali dihubungkan dengan berbagai penyakit mental dan fisik, termasuk depresi, temuan tersebut menyadarkan pentingnya perhatian lebih terhadap orang-orang yang kesepian. Masyarakat seharusnya lebih peduli terhadap orang-orang di pinggiran jaringan sosial itu agar hubungan jaringan sosial mereka bisa dipulihkan kemudian bisa dibentuk perlindungan terhadap kesepian agar jaringan sosial tidak koyak. KOMPAS.com
Menurut penelitian John Cacioppo, psikolog dari Universitas Chicago, seseorang yang kesepian biasanya tak mudah memercayai orang lain sehingga masalah kecil bisa menjadi besar. Lirikan atau kata-kata yang sedikit janggal, yang biasanya tak akan dipermasalahkan oleh seorang yang ceria, bagi orang yang kesepian bisa sangat menyinggung sehingga memicu suatu siklus interaksi negatif yang mengakibatkan hilangnya teman-teman.
Intinya, seseorang yang kesepian akan kehilangan hubungan dengan orang lain dan orang lain itu juga bisa terputus hubungannya dengan orang-orang lain lagi. Akhirnya, orang-orang yang hubungannya terputus itu berisiko menjadi golongan yang terasing dari kelompok sosial.
"Seseorang yang kesepian mengantisipasi reaksi negatif dari orang lain, dan akhirnya mereka memang mendapatkan reaksi negatif itu dalam lingkungan. Sebagian karena mereka mengantisipasinya dan sebagian karena mereka sendiri yang mengundang reaksi itu," kata Cacioppo.
Temuan ini, yang diterbitkan dalam jurnal Personality and Social Psychology edisi Desember mengindikasikan bahwa kesepian bukanlah bagian dari sifat, seperti dalam ungkapan "orang itu sifatnya penyendiri". Namun, kesepian merupakan suatu keadaan seperti kelaparan.
"Pada dasarnya, kita adalah makhluk sosial. Maka dari itu, kita perlu orang lain untuk bekerja sama," ujar Cacioppo. Karena itu, kesepian mungkin bisa saja merupakan evolusi dari perasaan bahwa ada orang yang mengucilkan Anda.
Hitung teman-teman Anda
Penelitian ini dilakukan pada lebih dari 5.000 individu yang berpartisipasi dalam penelitian antara tahun 1991 dan 2001. Setiap dua hingga empat tahun, para subyek mengisi kuesioner yang mengukur depresi dan kesepian mereka, menyerahkan catatan medis mereka, dan mengikuti pemeriksaan fisik.
Kuesioner itu antara lain menanyakan para partisipan seberapa sering dalam seminggu terakhir mereka mengalami perasaan tertentu, termasuk rasa kesepian. Pilihan jawabannya: setiap hari atau beberapa kali dalam sehari; setiap satu atau dua hari; setiap tiga atau empat hari; dan setiap lima hingga tujuh hari. Para partisipan juga diminta menyebutkan semua sahabat dan kerabatnya, yang sebagian juga mengikuti penelitian ini.
Dari informasi ini, para peneliti mengamati suatu jaringan sosial yang memperlihatkan hubungan antar-individu dan rata-rata jumlah hari kesepian bagi seseorang dan orang-orang yang terhubung dengannya.
Tiga derajat
Bahkan, hasil penelitian juga menemukan bahwa kesepian bisa menular hingga tiga derajat pemisahan. Jadi, rasa kesepian seseorang bukan saja tergantung dari rasa kesepian teman, melainkan juga dari temannya teman, dan dari teman temannya teman.
Kemungkinan partisipan terserang kesepian mencapai 52 persen lebih tinggi bila teman yang memiliki hubungan langsung dengannya (derajat pertama dari pemisahan) sedang kesepian. Untuk derajat kedua, kenaikan mungkin hanya 25 persen, dan bagi derajat ketiga hanya 15 persen. Jumlah anggota keluarga tak memengaruhi tingkat kesepian.
Seiring waktu, pribadi yang kesepian akan menjadi lebih kesepian dan memancarkan kesepian itu pada orang lain sebelum akhirnya memutuskan hubungan. Para individu yang tanpa sahabat ini akhirnya terbuang di pinggiran jaringan sosial.
"Orang-orang yang hanya memiliki sedikit sahabat cenderung akan menjadi lebih kesepian seiring waktu, dan akhirnya kemungkinan mereka untuk mencoba membuat hubungan sosial baru yang juga mengecil," begitulah pernyataan Cacioppo.
Karena kesepian sering kali dihubungkan dengan berbagai penyakit mental dan fisik, termasuk depresi, temuan tersebut menyadarkan pentingnya perhatian lebih terhadap orang-orang yang kesepian. Masyarakat seharusnya lebih peduli terhadap orang-orang di pinggiran jaringan sosial itu agar hubungan jaringan sosial mereka bisa dipulihkan kemudian bisa dibentuk perlindungan terhadap kesepian agar jaringan sosial tidak koyak. KOMPAS.com
0 komentar:
Posting Komentar