YOGYAKARTA, Perokok berlindung dengan banyak alasan saat diminta berhenti merokok. Menurut mereka, merokok bisa meningkatkan daya pikir, kreativitas, menunjukkan kejantanan, dan menurunkan stres. Tetap merokok pun badan sepertinya juga masih sehat. Tapi, kebaikan rokok itu hanyalah mitos, sugesti, dan tak ada bukti ilmiahnya.
"Intinya, mereka sudah kecanduan rokok. Tanda-tanda penurunan kondisi badan dan penyakit sudah didapat, misalnya batuk-batuk, badan lesu, dan kena penyakit seperti darah tinggi, paru-paru, hingga diabetes. Tapi mereka tak mau berhenti merokok," ujar Kepala Dinas Kesehatan DIY Bondan Agus Suryanto, Kamis (12/11).
Yang memprihatinkan lagi, jumlah perokok terus meningkat dan perokok pemula semakin muda umurnya. Dari pengamatannya, banyak remaja perempuan yang sekarang juga merokok agar dianggap keren.
Bambang Sudibyo (55), karyawan swasta, mengaku sangat sulit menghentikan kebiasaan merokoknya yang diawali sejak kuliah ini. "Sering batuk-batuk sih. Kalau lagi begitu, rokok saya kurangi. Pernah sih, berhenti merokok empat bulan, tapi nggak tahan. Sepertinya, otak ini buntu jika tak menyulut rokok," ujar Bambang yang konsumsi rokoknya sebungkus tiap hari ini.
Mugiwiyono (67), penarik becak yang biasa mangkal di Alun-alun Utara juga menyebut sulit lepas dari rokok. Ia sudah merokok sejak remaja. "Agak kurang bersemangat jika tidak merokok. Tapi saya bukan perokok yang nyepur, karena dalam sehari hanya habis 2-3 lintingan rokok saja. Saya milih lintingan karena murah," kata Mugi yang mengaku tak pernah sakit karena merokok.
Lain lagi pendapat Nina (21), mahasiswi perguruan tinggi swasta. Ia merokok sejak dua tahun lalu agar dianggap teman-temannya keren dan gaul. "Teman-teman saya banyak yang merokok. Jadi saya pikir, mengapa tidak. Saya tahu bahayanya, tapi lama-lama kok enak juga merokok. Jadinya, keterusan," ujarnya.
"Intinya, mereka sudah kecanduan rokok. Tanda-tanda penurunan kondisi badan dan penyakit sudah didapat, misalnya batuk-batuk, badan lesu, dan kena penyakit seperti darah tinggi, paru-paru, hingga diabetes. Tapi mereka tak mau berhenti merokok," ujar Kepala Dinas Kesehatan DIY Bondan Agus Suryanto, Kamis (12/11).
Yang memprihatinkan lagi, jumlah perokok terus meningkat dan perokok pemula semakin muda umurnya. Dari pengamatannya, banyak remaja perempuan yang sekarang juga merokok agar dianggap keren.
Bambang Sudibyo (55), karyawan swasta, mengaku sangat sulit menghentikan kebiasaan merokoknya yang diawali sejak kuliah ini. "Sering batuk-batuk sih. Kalau lagi begitu, rokok saya kurangi. Pernah sih, berhenti merokok empat bulan, tapi nggak tahan. Sepertinya, otak ini buntu jika tak menyulut rokok," ujar Bambang yang konsumsi rokoknya sebungkus tiap hari ini.
Mugiwiyono (67), penarik becak yang biasa mangkal di Alun-alun Utara juga menyebut sulit lepas dari rokok. Ia sudah merokok sejak remaja. "Agak kurang bersemangat jika tidak merokok. Tapi saya bukan perokok yang nyepur, karena dalam sehari hanya habis 2-3 lintingan rokok saja. Saya milih lintingan karena murah," kata Mugi yang mengaku tak pernah sakit karena merokok.
Lain lagi pendapat Nina (21), mahasiswi perguruan tinggi swasta. Ia merokok sejak dua tahun lalu agar dianggap teman-temannya keren dan gaul. "Teman-teman saya banyak yang merokok. Jadi saya pikir, mengapa tidak. Saya tahu bahayanya, tapi lama-lama kok enak juga merokok. Jadinya, keterusan," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar