WASHINGTON, Sejenis buaya sepanjang 6 meter yang memiliki tiga pasang taring seperti taring babi hutan, pernah menjelajahi wilayah Afrika bagian utara jutaan tahun lalu. Pada masa yang sama, di tempat yang tak jauh, jenis buaya lain dengan moncong lebar dan datar hidup dengan berburu ikan. Masih di wilayah tersebut, jenis buaya lain sepanjang satu meter dengan gigi pengerat mencari ulat dan mengunyah tanaman.
Tiga spesies yang baru ditemukan fosilnya itu diperkenalkan oleh peneliti Paul Sereno dari Universitas Chicago dan Hans Larsson dari Universitas McGill di Montreal, Kamis (19/11). Mereka bicara dalam konferensi pers yang diselenggarakan National Geographic Society.
"Spesies-spesies ini membuka jendela mengenai dunia buaya di bagian utara benua itu," ujar Sereno tentang hewan-hewan yang hidup 100 juta tahun lalu itu.
Menurut para peneliti, buaya-buaya itu bisa bergerak lincah di daratan untuk mengejar mangsa dan menyelam di air. "Mereka memiliki kaki yang mampu digunakan berlari dan ekor yang bisa dipakai mengayuh di air. Kemampuan itulah yang membuat mereka bisa selamat di masa dinosaurus," papar Sereno.
Ketiga spesies yang ditemukan itu adalah:
Kaprosuchus saharicus, disebut juga "Buaya Celeng" ditemukan di Niger. Pemakan daging sepanjang 6 meter ini memiliki moncong yang berisi tiga pasang taring untuk memotong daging. Taring di rahang atas dan bawah itu mirip taring babi hutan, sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya pada buaya.
Araripesuchus rattoides, atau dijuluki "Buaya Tikus" ditemukan di Maroko. Hewan sepanjang satu meter ini makan ulat dan tanaman. Ia memiliki gigi seperti tikus di rahang bawahnya untuk menggali tanah.
Laganosuchus thaumastos, atau "Buaya Pancake" di Niger dan Maroko. Panjangnya sekitar 6 meter dan makanannya ikan. Hewan ini memiliki kepala datar seperti panekuk sepanjang satu meter dan gigi-gigi tegak di rahangnya. Diduga ia menangkap ikan dengan membuka rahangnya dan menanti ikan lewat.
Sebagai tambahan, para peneliti juga menemukan fosil dari dua spesies buaya yang telah dikenal sebelumnya, yakni:
Anatosuchus minor, alias "Buaya Bebek" yang ditemukan di Niger. Buaya sepanjang satu meter yang memiliki moncong lebar dan hidung mirip pinokio ini memangsa ikan, kodok, dan ulat. Ia memiliki sensor khusus di ujung moncongnya untuk mencari mangsa di perairan dangkal.
Araripesuchus wegeneri, atau "Buaya Anjing" ditemukan di Niger. Hewan sepanjang satu meter ini memakan tumbuhan dan memiliki hidung mengarah ke depan seperti hidung anjing.
Sereno fokus meneliti buaya purba di Gurun Sahara sejak ia menemukan fosil Sarcosuchus imperator, buaya sepanjang 12 meter yang diduga beratnya mencapai 8 ton dan kemudian dikenail sebagai "SuperCroc."
Tiga spesies yang baru ditemukan fosilnya itu diperkenalkan oleh peneliti Paul Sereno dari Universitas Chicago dan Hans Larsson dari Universitas McGill di Montreal, Kamis (19/11). Mereka bicara dalam konferensi pers yang diselenggarakan National Geographic Society.
"Spesies-spesies ini membuka jendela mengenai dunia buaya di bagian utara benua itu," ujar Sereno tentang hewan-hewan yang hidup 100 juta tahun lalu itu.
Menurut para peneliti, buaya-buaya itu bisa bergerak lincah di daratan untuk mengejar mangsa dan menyelam di air. "Mereka memiliki kaki yang mampu digunakan berlari dan ekor yang bisa dipakai mengayuh di air. Kemampuan itulah yang membuat mereka bisa selamat di masa dinosaurus," papar Sereno.
Ketiga spesies yang ditemukan itu adalah:
Sebagai tambahan, para peneliti juga menemukan fosil dari dua spesies buaya yang telah dikenal sebelumnya, yakni:
Sereno fokus meneliti buaya purba di Gurun Sahara sejak ia menemukan fosil Sarcosuchus imperator, buaya sepanjang 12 meter yang diduga beratnya mencapai 8 ton dan kemudian dikenail sebagai "SuperCroc."
0 komentar:
Posting Komentar